Pura Pura (1)
Aku pernah berpura pura menyukaimu dan kubiarkan terus
begitu hingga aku lupa bahwa itu adalah kepura-puraan.
Kita tidak pernah terhubung dalam lingkaran yang kita pilih.
Namun takdir membawa lingkaran itu menggelinding pada jalan yang beririsan dan
di situlah kita dipertemukan. Kamu menyapa dan aku bingung harus bagaimana.
Dari “salam kenal” yang secara sangsi kutafsirkan, aku
meragukan bagaimana bisa mengenalmu lebih dari sekadar tahu. Kamu adalah
tatapan asing yang kutuliskan dalam guratan kernyit dahi. Kamu muncul dari
ketidakmengertianku dalam menyikapi hal-hal yang sama sekali baru.
Namun tak sebaiknya terus begitu.
Atas prasangka baik, kubuka secuil kesempatan padamu dan
kuharap kau tidak sekadar bertamu. Mereka bilang kebaikan adalah narasi yang berlaku umum dan tak boleh
dimonopoli. Maka tak sebaiknya ku pilah-pilih dari mana ia berasal.
Terselip senyum dalam bincang ramah dan kamu tahu benar
bagaimana membuatku hanyut dalam lautan kata. Terselip kehangatan dalam
perhatian dan kamu tahu benar bagaimana membuatku bersyukur dalam diam.
Hai Fulan, terima kasih untuk segalanya, terlebih untuk
membuatku merasa cukup.
Amstelveen, 11/04/19
gambar dari sini
Comments
Post a comment