Belajar Mencintai
Sebuah pepatah Jawa berbunyi, “Awiting trisno jalanan soko kulino - tumbuhnya cinta itu karena
kebiasaan”. Pepatah ini menjadi salah satu nilai yang dipegang sebagian
masyarakat Jawa, bahwa perasaan – dalam ilmu ekonomi biasa diasosiasikan dengan
istilah preferensi – bisa dipelajari dengan
pembiasaan yang didasari kerelaan. Preferensi tidak seketika terbentuk begitu
saja dan tidak pula diwariskan dari garis keturunan. Anggapan bahwa preferensi
merupakan bawaan lahir tidak tepat, sebab preferensi merupakan konstruksi
kumulatif dari pengaruh berbagai macam faktor dan bisa terus diperbarui.
Pemikiran bahwa preferensi merupakan default dari perilaku masing-masing orang muncul dari
ketidakmengertian atas alasan keputusan pilihan yang tampak terjadi secara
natural. Inilah yang mendasari mengapa seringkali terdengar ungkapan ‘memang
dari sananya’. Misalkan, seorang perempuan cenderung menyukai warna pink ketimbang laki-laki, padahal
semestinya warna tidak bisa diasosiasikan dengan feminisme atau hal yang berbau
gender. Orang memiliki hobi dan kesukaan
(tidak terkecuali warna) yang khas, namun sebenarnya itu terbentuk dari
pengaruh-pengaruh lingkungan yang ada sejak ia kecil. Persepsi orang-orang
disekitar juga sangat berpengaruh dalam membentuk preferensi tersebut. Pengaruh
genetis pada preferensi seseorang mungkin ada, namun dominasi dan stabilitasnya
dipertanyakan.
Preferensi setiap orang memang bervariasi dan teori kepuasan
meyakini bahwa preferensi masing-masing orang stabil, yakni pilihan ditentukan
pada sesuatu yang memilki nilai subjektif tertinggi dibandingkan dengan pilihan
lain. Sayangnya preferensi sensitif terhadap konsteks sehingga banyak ditemui
pelanggaran pada dua asumsi utama preferensi, completeness dan transitivity.
Pelanggaran ini dipengaruhi faktor-faktor exogeneous seperti yang terjadi pada kasus framing effect (bias kognitif akibat perbedaan penyajian informasi), anchoring effect (bias preferensi akibat
adanya patokan tertentu), endowment
effect (bias penilaian karena faktor kepemilikan), dan lainnya.
Preferensi juga terikat pada pengaruh kondisi dan waktu. Kepuasan
yang dirasakan seseorang atas sebuah pilihan bergantung pada kondisi atau
waktunya. Bolehjadi sebuah pilihan menghasilkan kepuasan tinggi seperti yang
diharapkan, namun tidak mustahil hal itu berbalik pada kondisi yang lain. Misalkan,
pada saat musim panas, seseorang yang lebih menyukai es cappuccino daripada coklat panas namun preferensinya berubah
terbalik saat ia berada pada puncak musim dingin.
Selain itu, pendapat bahwa preferensi adalah kerangka memori
semakin menguatkan bahwa preferensi merupakan konstruksi, bukan warisan. Kejadian-kejadian
yang dilalui sebagai pengalaman menjadi informasi yang dapat memengaruhi
preferensi seseorang. Dari informasi-informasi tersebut seseorang membuat
penyesuaian dan terus memperbarui preferensinya. Dengan membiasakan dan
melakukan hal-hal tertentu sebuah preferensi bisa dipelajari, termasuk dalam
urusan mencintai.
Comments
Post a comment