Jatuh Merindu
Tak perlu menjadi jenius untuk tahu bahwa waktu itu relatif.
Kadang ia merentang – melambatkan derap jarum jam yang bosan akan stagnasi ritual
kehidupan. Kadang pula ia memampat – menjadikan potongan sketsa menumpuk tak
terasa, seperti setahun yang kita lewati bersama ini.
Selama itu kita berusaha saling mendekat. Jarak pun terlipat
dari sepelemparan batu sampai cukup untuk bersandaran bahu, tapi tetap saja aku
tak berani menggandeng tanganmu.
Masih jelas teringat saat pertama kali kita bertemu. Kikuk.
Aku ragu-ragu menanyakan namamu, tapi balas senyummu sudah cukup untuk
melancarkan pembicaraan kita saat itu. Sedikit demi sedikit aku mulai mengenalmu,
dan kupustukan untuk mengajakmu bertemu di lain waktu.
Setelah itu kita sering kali melewati hari bersama. Mentari
yang ranum mendaki garis langit, menjadi saksi bisu kisah yang kita buat. Aku
dan kamu, bersama semesta yang memeluk hangat perjalanan kita. Dan tak kulupa
awan teduh yang mengiringi langkah mungil – meniti tangga mimpi yang kita
gantungkan di ujung senja.
Terima kasih untuk pernah ada. Darimu aku belajar berkembang.
Entah apakah aku berhasil menjadi pribadi yang baru, tapi setidaknya aku pernah
mencoba mendewasakan diri.
Terima kasih untuk kisah yang layak dikenang. Akan selalu
tersedia ruang kosong untuk menyimpan canda-tawa, serta haru yang banyak
berikan pelajaran. Dari sini aku rela melepasmu. Tapi jangan salahkan aku bila nanti jatuh merindu.
kapuk, 10-12-14
gambar dari sini
waw *A*
ReplyDeletep e na s araaan :3
ReplyDeletesiapa nih kak :'(
ReplyDeletemurni fiksi ko, hehe...
ReplyDeletesebenernya ini dibuat pas acara perpisahan BEM FEUI 2014